Minggu, 19 Juni 2011

KUCING SIAL, MITOS SALAH KAPRAH

Hanya Ilustrasi,  taken from : n0t.de

KUCING SIAL!

Alimin Samawa


Seekor kucing meregang nyawa dilindas oleh sebuah truk barang. Hanya berselang beberapa menit, truk tersebut melompat masuk jurang. Sopirnya berpindah alam seketika. Cerita yang terus dikisahkan berulang oleh orang-orang di daerahku, menjadi momok yang menakutkan bagi siapa saja yang kebetulan berpapasan dengan kucing di jalan. Takut sial.
Saking takutnya terkena sial, akhirnya jika seorang menabrak seekor kucing. Wajib baginya untuk menguburkannya, dengan dibungkus baju yang dipakai sang penabrak saat menabrak. Sebuah mitos? Bisa dibilang demikian.
Aku yang sangat tidak percaya dengan hal-hal semacam  itu, karena mendengar  kemalangan yang menimpa banyak orang, menjadi khawatir juga jika harus berhadapan dengan peristiwa semacam itu. Sama lah dengan anggapan kebanyakan masyarakat, Takut Sial!
Suatu hari, aku terpaksa mengorbankan baju dinas PNS untuk membungkus seekor kucing hitam yang tergilas roda mobilku. Entah itu adalah kucing yang baru saja mati, atau memang aku yang menabraknya. Dari pada sial, mendingan ambil langkah yang benar. Segera kukubur kucing tersebut bersama pakaian dinas. Akhirnya ke kantor hanya menggunakan kaos oblong.
Atasanku memanggilku Karena dinilai tidak tertib. Kujelaskan ihwal yang telah terjadi. Plus bumbu-bumbu kisah yang menghebohkan tentang kemalangan yang menimpa banyak orang yang tidak melakukan hal yang sama sebagaimana yang kulakoni pada hewang malang itu.
"Hadi, Hadi. Mau-maunya kamu termakan  mitos yang demikian!"
"Bukannya memang kepada mahluk yang bernyawa setelah mati itu, harus dikuburkan…? Aku bertanya di tengah kebingungan.
Aku paham betul, karakter atasanku. Sangat tidak suka dengan hal-hal yang diluar rasio akal. Beliau hanya bersandar pada agama.
"Benar menurut agama, maka benarlah ia!, salah menurut agama, maka salah juga ia!, Begiti Hadi!" ucapnya.
"Iya pak, terima kasih…!" jawabku sambil berlalu ke ruang kerjaku.
"Sama-sama…!"
***
Esoknya, atasanku meminta untuk menemaninya, meninjau proyek yang tengah dikerjakan oleh sebuah kontraktor. Kebetulan beliau adalah konsultannya. Atasanku memang sangat sering mengajakku. Karena menurut cerita-cerita teman di kantor. "Paling nyambung Mamiq –panggilan kehormatan pak Haji atau bangsawan Lombok- sama kamu Di!. Kalau sama kami-kami tidak dianggap!".
"Hadi, ngomong-ngomong kamu belum berniat menikah!" pertanyaan yang langsung menohokku. Pertanyaan serupa yang menjadi sial bagiku di daerahku. Aku yang telah PNS, punya mobil punya rumah sendiri. Tapi juga masih sial begini. Belum ada yang mau menyinggahi ruang hati.
"Tapi kamu jangan bilang sial!" sambung atasanku seolah tahu jalan pikiranku.
"Jodoh, rezeki, hidup, mati, baik dan buruk datangnya dari Pencipta!"
"Iya Miq…!" aku hanya bisa menimpali dengan kata itu. Hobi atasanku memang berceramah. Ke mana-mana ceramah terus. Jika ada kesalahan yang dikerjakan oleh orang-orang di lapangan, maka ceramah menjadi jurus mautnya. Yang diceramahin hanya bisa mengatakan seperti yang sering aku ucapkan "Iya Miq..!" atau "Iya Pak..!" saking dongkolnya atasanku akan bilang "Kalian ini hanya bisa bilang iya pak, tapi kenyataannya tidak!"
"Hadi, kamu itu sudah sepantasnya menikah!"
"Iya Miq…!"
"Hei, kamu ini sama saja sama orang-orang di lapangan sana!, kalau ditanya jawabnya, Iya Miq, Iya pak!"
"Masa mau jawab tidak!"
"Iya, kamu kasih saya alasan, atau penjelasan. Begitu!"
Belum sempat kujawab pertanyaan itu. Seekor kucing melintas di depan. Dan tergilas.
"Sial…!" hampir bersamaan kami berucap. Kami saling berpandangan.
"Bagaimana Miq?" aku bertanya memecah keheningan.
Mamiq memberikan isyarat agar kucingnya dikuburkan.
"Lho, kan yang nabrak Mamiq!"
Akhirnya kucing dimasukan ke liang lahatnya. Tanpa bungkus baju, sebagaimana yang pernah kulakoni.
"Kamu takut sial?"
"Tidak Miq, kan hanya mitos!" ucapku takut-takut berani.
"Iya hanya mitos! Serahkan urusan hanya kepada yang di atas!"
Kami segera masuk ke mobil. Mamiq menghidupkan mesin. Tapi tak bisa. Berulang kali kunci kontak diputar.
"Waduh, jangan-jangan!!" Mamiq menghentikan katan-katanya.
"Hanya mitos Miq!" ucapku sedikit meledek.
Mamiq menyerahkan kunci mobil kepadaku. Kunci kontak kumasukan "Bismillahirrohmanirrohiem!" Mesin mobilpun menyala.
"Ternyata kurang Bismillah, Miq!"
Mamiq hanya tersenyum dan berucap geli "Hanya mitos!"
Hampir saja Mamiq melepas idealismenya. Tepatnya hampir lupa diri. Dan keyakinanku tentang mitos kucing, lambat laun terkikis.

Lombok, 20 Juni 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar